Batsul Masail Hima Aswaja (Himpunan Mahasiswa Ahlussunah Wal Jama'ah 2014-2015) UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Oleh : Agung Kurniawan
HUKUM ALAT KB
wur (#þqè=çGø)s? öNä.y»s9÷rr&
spuô±yz
9,»n=øBÎ) (
ß`øtªU
öNßgè%ãötR
ö/ä.$Î)ur 4
¨bÎ)
öNßgn=÷Fs%
tb%2 $\«ôÜÅz
#ZÎ6x.
ÇÌÊÈ
Artinya :
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan.
kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya
membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar”.
و يحرم استعمال ما يقطع الحبل
Artinya : Haram penggunaan perkara yang mencegah kehamilan (
I’anah Thalibin Jilid IV Hal. 130 )
Vasektomi dan Tubektomi
Pencegahan kehamilan melalui cara apapun
tidak dapat diperkenankan kalau mencapai batas mematikan fungsi keturunan
secara mutlaq. Karenanya sterilisasi kemampuan Berketurunan dan tidak sampai
merusak atau menghilangkan bagian tubuh yang berfungsi.
و كذ لك استعمال المرأة الشئ الذى يبطئ الحبل أو يقطعه
من اصله فيكره فى ا لاولى ويحرم فى الثانى
Begitupula obat yang menunda atau memutus
kehamilan sama sekali (sehingga tidak hamil selamanya), maka di makruhkan dalam
kasus pertama dan di haramkan dalam kasus yang kedua ( Ibrohim Al Bajuri,
Jilid II Hal. 95).
Dari
sini juga, barangkali kita dapat mengkategorikan praktek KB ini kepada dua
bagianbesar.
1. Melakukan program KB,
dengan alasan takut tidak dapat memberikan makan, takut miskin dan lain
sebagainya, maka praktek KB seperti ini tidak dibenarkan. Karena hal ini
menyangkut keyakinan seorang muslim kepada Allah, bahwa Allah yang akan
memberikan rizkinya.Selain itu, sebagian besar ulama juga men tidak bolehkan
seseorang yang melakukan praktek KB dengan jalan memasang alat yang mengakibatkan si wanita tidak dapat hamil
selamanya (bukan sementara waktu), tanpa ada alasan syar’i yang dibenarkan,
bukan karena demi kesehatan si ibu atau lainnya. Untuk jenis ini, praktek KB
tidak diperbolehkan, karena tidak sesuai dengan di antara maksud utama
pernikahan dalam Islam.
2. Praktek KB untuk
mengatur saja, demi kesejahteraan si anak atau kesehatan si ibu. Misalnya,
menurut dokter sebaiknya demi kesehatan si ibu, agar melahirkan lagi setelah
dua atau tiga tahun ke depan, atau agar jarak antara putra yang satu dengan
yang lain tidak terlalu dekat, atau dengan dasar agar pendidikan setiap anak
dapat terpantau dengan baik, atau menurut dokter, kalau jaraknya terlalu dekat,
akan mengakibatkan si anak kurang normal, atau kurang sehat, maka untuk jenis
ini diperbolehkan, karena ada alasan syar’i dan praktek KB tersebut bukan untuk
selamanya (sementara waktu saja).
Di antara dalil diperbolehkannya
praktek KB untuk jenis kedua ini adalah hadits shahih riwayat Bukhari Muslim
yang memperbolehkannya praktek ‘azl. ‘azl adalah menumpahkan sperma di luar
vagina, dengan maksud di antaranya agar si isteri tidak hamil, baik demi alasan
kesehatan si isteri atau lainnya. Praktek ‘azl ini berlaku umum di kalangan
sahabat, dan Rasulullah saw tidak melarangnya. Ini artinya, bahwa praktek
tersebut dibenarkan. Diantara dalil yang membolehkan praktek‘azl ini adalah:
Artinya:
“Jabir berkata: “Kami biasa melakukan ‘azl pada masa Rasulullah saw dan pada
waktu itu al-Qur’an masih turun” (HR. Bukhari Muslim).
Artinya:
“Jabir berkata: “Kami biasa melakukan ‘azl pada masa Rasulullah saw, lalu
disampaikan hal itu kepada Rasulullah saw, dan beliau tidak melarang kami” (HR.
Muslim).
Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya
‘Ulumiddin bab Adab Nikah mengatakan, bahwa para ulama dalam masalah boleh
tidaknya ‘azl ini terbagi kepada empat pendapat :
1. Mengatakan bahwa praktek
‘azl dengan cara apa saja diperbolehkan.
2. praktek ‘azl dengan cara dan maksud
seperti apapun diharamkan.
3. Praktek ‘azl diperbolehkan, apabila ada
idzin dari isteri, apabila tidak ada idzin, maka ‘azl tidak diperbolehkan.
4. Praktek ‘azl diperbolehkan untuk
budak-budak wanita, namun untuk isteri-isteri merdeka tidak dibenarkan.
Imam
al-Ghazali kemudian menutup perbedaan di atas dengan mengatakan: “Menurut
pendapat yang kuat dalam madzhab kami (madzhab Syafi’i), praktek ‘azl mubah
(boleh-boleh saja)”. Jumhur ulama mengambil pendapat bahwa, ‘azl diperbolehkan
sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih riwayat Bukhari Muslim di atas,
selama ada izin dari isteri.
Praktek KB pun dapat dianalogkan
(dikiaskan) dengan praktek ‘azl ini, sehingga menurut sebagian besar ulama,
praktek KB dengan maksud untuk mengatur keturunan (tanzhim an-nasl), dan bukan
dalam artian tidak mau melahirkan selamanya (man’un nasl), diperbolehkan,
sebagaimana proses ‘azl yang dilakukan para sahabat di atas.
Kemudian, apakah praktek KB jenis
kedua, tidak berarti membunuh anak sebagaimana diharamkan dalam ayat 31 surat
al-Isra? Tentu jawabannya tidak. Karena, praktek ‘azl atau KB jenis kedua ini,
terjadi sebelum menjadi anak, terjadi proses kehamilan. Oleh karenanya tidak
dikategorikan sebagai membunuh anak sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas.
Penggunaan
alat kontrasepsi dan obat pencegah hamil
Setelah
kita mengetahui bahwa para ulama membolehkan penggunaan obat pencegah kehamilan
dan alat kontrasepsi jika ada sebab yang dibenarkan dalam syariat, maka dalam menggunakannya
harus memperhatikan beberapa hal berikut:
1) Sebelum menggunakan alat
kontrasepsi/obat anti hamil hendaknya berkonsultasi dengan seorang dokter
muslim yang dipercaya agamanya, sehingga dia tidak gampang membolehkan hal ini,
karena hukum asalnya adalah haram, sebagaimana penjelasan yang lalu. Ini perlu
ditekankan karena tidak semua dokter bisa dipercaya, dan banyak di antara
mereka yang dengan mudah membolehkan pencegahan kehamilan (KB) karena
ketidakpahaman terhadap hukum-hukum syariat Islam, sebagaimana ucapan syaikh
Shaleh al-Fauzan di atas. (Lihat keterangan Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
dalam Khataru Tahdiidin Nasl (8/16) Muallafaatusy syaikh Muhammad bin Jamil
Zainu), dan keputusan Majelis al Majma’ al Fiqhil Islami dalam Majallatul Buhuutsil
Islaamiyyah (30/286))
2) Pilihlah alat kontrasepsi yang tidak
membahayakan kesehatan, atau minimal yang lebih ringan efek sampingnya terhadap
kesehatan
3) Usahakanlah memilih alat kontrasepsi
yang ketika memakai/memasangnya tidak mengharuskan terbukanya aurat besar
(kemaluan dan dubur/anus) di hadapan orang yang tidak berhak melihatnya. Karena
aurat besar wanita hukum asalnya hanya boleh dilihat oleh suaminya (Lihat
Tafsir al-Qurthubi (12/205) dan keterangan syaikh al-’Utsaimin ulama wahabipun mengharamkan terbukanya aurat wanita dalam Kutubu Wa
Rasaa-ilu Syaikh Muhammad bin Shaleh al-’Utsaimiin (10/175)), adapun selain
suaminya hanya diperbolehkan dalam kondisi yang sangat darurat (terpaksa) dan
untuk keperluan pengobatan (Lihat kitab an-Nazhar Fi Ahkamin Nazhar (hal. 176)
tulisan Imam Ibnul Qaththan al-Faasi, melalui perantaraan kitab Ahkaamul
‘Auraat Linnisaa’ (hal. 85)). Berdasarkan keumuman makna firman Allah ta’ala:
tûïÏ%©!$#ur
öNèd
öNÎgÅ_rãàÿÏ9 tbqÝàÏÿ»ym ÇÎÈ
wÎ) #n?tã öNÎgÅ_ºurør&
÷rr&
$tB ôMs3n=tB öNåkß]»yJ÷r&
öNåk¨XÎ*sù
çöxî
úüÏBqè=tB
ÇÏÈ
Artinya :
5. Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,
6. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka
miliki [*] Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa.
[*] Maksudnya: budak-budak belian yang didapat dalam
peperangan dengan orang kafir, bukan budak belian yang didapat di luar
peperangan. dalam peperangan dengan orang-orang kafir itu, wanita-wanita yang
ditawan biasanya dibagi-bagikan kepada kaum muslimin yang ikut dalam peperangan
itu, dan kebiasan ini bukanlah suatu yang diwajibkan. imam boleh melarang
kebiasaan ini. Maksudnya: budak-budak yang dimiliki yang suaminya tidak ikut
tertawan bersama-samanya.
PENUTUP
Kesimpulan
Inilah keterangan yang dapat kami sampaikan tentang hukum KB, berdasarkan dalil-dalil dari al-Qur-an dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta penjelasan para ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah pada dasarnya menggunakan spiral (UID) itu hukumn adalah Haram Maka boleh atau tidaknya sama dengan ‘Azl atau alat kontrasepsi lainya akan tetapi karena memasangnya harus melihat aurat Mughallazah, maka hukumnya haram oleh karena itu cara pemasanganya harus di usahakan yang di benarkan oleh Syara’.
Pemasangan Alat kontrasepsi juga harus melihat kondisi kesehatan seorang wanitanya, bila seorang suami menginginkan punya anak banyak akan tetapi suami juga engga boleh egois dalam mengambil sebuah keputusan, lihatlah kondisi kesehatan seorang istri akan kah sanggup untu melahirkan anak lagi atau tidak.
Punya anakan harus supaya ada penerus perjuangan syiar islam tp tetap harus balik lagi dan koreksi niat kita apakah sesuai dengan Maqosid Syari'ah (Tujuan Agama) harus Hifdzun nafs (Menjaga diri) dan hifdzun nasl (menjaga keturunan) supaya tidak cacat.
Inilah keterangan yang dapat kami sampaikan tentang hukum KB, berdasarkan dalil-dalil dari al-Qur-an dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta penjelasan para ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah pada dasarnya menggunakan spiral (UID) itu hukumn adalah Haram Maka boleh atau tidaknya sama dengan ‘Azl atau alat kontrasepsi lainya akan tetapi karena memasangnya harus melihat aurat Mughallazah, maka hukumnya haram oleh karena itu cara pemasanganya harus di usahakan yang di benarkan oleh Syara’.
Pemasangan Alat kontrasepsi juga harus melihat kondisi kesehatan seorang wanitanya, bila seorang suami menginginkan punya anak banyak akan tetapi suami juga engga boleh egois dalam mengambil sebuah keputusan, lihatlah kondisi kesehatan seorang istri akan kah sanggup untu melahirkan anak lagi atau tidak.
Punya anakan harus supaya ada penerus perjuangan syiar islam tp tetap harus balik lagi dan koreksi niat kita apakah sesuai dengan Maqosid Syari'ah (Tujuan Agama) harus Hifdzun nafs (Menjaga diri) dan hifdzun nasl (menjaga keturunan) supaya tidak cacat.
(Syafinatun Najjah. Hal.50) ( Bajuri Jilid II. Hal. 102)
No comments:
Post a Comment