Wednesday, January 27, 2016

Hukum menggunakan Alat Kontrasepsi

Batsul Masail Hima Aswaja  (Himpunan Mahasiswa Ahlussunah Wal Jama'ah 2014-2015) UIN Sunan Gunung Djati Bandung 
Oleh : Agung Kurniawan

HUKUM ALAT KB

Ÿwur (#þqè=çGø)s? öNä.y»s9÷rr& spuô±yz 9,»n=øBÎ) ( ß`øtªU öNßgè%ãötR ö/ä.$­ƒÎ)ur 4 ¨bÎ) öNßgn=÷Fs% tb%Ÿ2 $\«ôÜÅz #ZŽÎ6x. ÇÌÊÈ  
Artinya :
            “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar”.
و يحرم استعمال ما يقطع الحبل
Artinya : Haram penggunaan perkara yang mencegah kehamilan ( I’anah Thalibin  Jilid IV Hal. 130 )

Vasektomi dan Tubektomi

Pencegahan kehamilan melalui cara apapun tidak dapat diperkenankan kalau mencapai batas mematikan fungsi keturunan secara mutlaq. Karenanya sterilisasi kemampuan Berketurunan dan tidak sampai merusak atau menghilangkan bagian tubuh yang berfungsi.

و كذ لك استعمال المرأة الشئ الذى يبطئ الحبل أو يقطعه من اصله فيكره فى ا لاولى ويحرم فى الثانى
                           Begitupula obat yang menunda atau memutus kehamilan sama sekali (sehingga tidak hamil selamanya), maka di makruhkan dalam kasus pertama dan di haramkan dalam kasus yang kedua ( Ibrohim Al Bajuri, Jilid II Hal. 95).

Dari sini juga, barangkali kita dapat mengkategorikan praktek KB ini kepada dua bagianbesar.

1.      Melakukan program KB, dengan alasan takut tidak dapat memberikan makan, takut miskin dan lain sebagainya, maka praktek KB seperti ini tidak dibenarkan. Karena hal ini menyangkut keyakinan seorang muslim kepada Allah, bahwa Allah yang akan memberikan rizkinya.Selain itu, sebagian besar ulama juga men tidak bolehkan seseorang yang melakukan praktek KB dengan jalan memasang alat yang  mengakibatkan si wanita tidak dapat hamil selamanya (bukan sementara waktu), tanpa ada alasan syar’i yang dibenarkan, bukan karena demi kesehatan si ibu atau lainnya. Untuk jenis ini, praktek KB tidak diperbolehkan, karena tidak sesuai dengan di antara maksud utama pernikahan dalam Islam.

2.      Praktek KB untuk mengatur saja, demi kesejahteraan si anak atau kesehatan si ibu. Misalnya, menurut dokter sebaiknya demi kesehatan si ibu, agar melahirkan lagi setelah dua atau tiga tahun ke depan, atau agar jarak antara putra yang satu dengan yang lain tidak terlalu dekat, atau dengan dasar agar pendidikan setiap anak dapat terpantau dengan baik, atau menurut dokter, kalau jaraknya terlalu dekat, akan mengakibatkan si anak kurang normal, atau kurang sehat, maka untuk jenis ini diperbolehkan, karena ada alasan syar’i dan praktek KB tersebut bukan untuk selamanya (sementara waktu saja).

            Di antara dalil diperbolehkannya praktek KB untuk jenis kedua ini adalah hadits shahih riwayat Bukhari Muslim yang memperbolehkannya praktek ‘azl. ‘azl adalah menumpahkan sperma di luar vagina, dengan maksud di antaranya agar si isteri tidak hamil, baik demi alasan kesehatan si isteri atau lainnya. Praktek ‘azl ini berlaku umum di kalangan sahabat, dan Rasulullah saw tidak melarangnya. Ini artinya, bahwa praktek tersebut dibenarkan. Diantara dalil yang membolehkan praktek‘azl ini adalah:

            Artinya: “Jabir berkata: “Kami biasa melakukan ‘azl pada masa Rasulullah saw dan pada waktu itu al-Qur’an masih turun” (HR. Bukhari Muslim).

            Artinya: “Jabir berkata: “Kami biasa melakukan ‘azl pada masa Rasulullah saw, lalu disampaikan hal itu kepada Rasulullah saw, dan beliau tidak melarang kami” (HR. Muslim).

            Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya ‘Ulumiddin bab Adab Nikah mengatakan, bahwa para ulama dalam masalah boleh tidaknya ‘azl ini terbagi kepada empat pendapat :

1.      Mengatakan bahwa praktek ‘azl dengan cara apa saja diperbolehkan.
2.      praktek ‘azl dengan cara dan maksud seperti apapun diharamkan.
3.      Praktek ‘azl diperbolehkan, apabila ada idzin dari isteri, apabila tidak ada idzin, maka ‘azl tidak diperbolehkan.
4.      Praktek ‘azl diperbolehkan untuk budak-budak wanita, namun untuk isteri-isteri merdeka tidak dibenarkan.

            Imam al-Ghazali kemudian menutup perbedaan di atas dengan mengatakan: “Menurut pendapat yang kuat dalam madzhab kami (madzhab Syafi’i), praktek ‘azl mubah (boleh-boleh saja)”. Jumhur ulama mengambil pendapat bahwa, ‘azl diperbolehkan sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih riwayat Bukhari Muslim di atas, selama ada izin dari isteri.

            Praktek KB pun dapat dianalogkan (dikiaskan) dengan praktek ‘azl ini, sehingga menurut sebagian besar ulama, praktek KB dengan maksud untuk mengatur keturunan (tanzhim an-nasl), dan bukan dalam artian tidak mau melahirkan selamanya (man’un nasl), diperbolehkan, sebagaimana proses ‘azl yang dilakukan para sahabat di atas.

            Kemudian, apakah praktek KB jenis kedua, tidak berarti membunuh anak sebagaimana diharamkan dalam ayat 31 surat al-Isra? Tentu jawabannya tidak. Karena, praktek ‘azl atau KB jenis kedua ini, terjadi sebelum menjadi anak, terjadi proses kehamilan. Oleh karenanya tidak dikategorikan sebagai membunuh anak sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas.

Penggunaan alat kontrasepsi dan obat pencegah hamil

            Setelah kita mengetahui bahwa para ulama membolehkan penggunaan obat pencegah kehamilan dan alat kontrasepsi jika ada sebab yang dibenarkan dalam syariat, maka dalam menggunakannya harus memperhatikan beberapa hal berikut:

1)      Sebelum menggunakan alat kontrasepsi/obat anti hamil hendaknya berkonsultasi dengan seorang dokter muslim yang dipercaya agamanya, sehingga dia tidak gampang membolehkan hal ini, karena hukum asalnya adalah haram, sebagaimana penjelasan yang lalu. Ini perlu ditekankan karena tidak semua dokter bisa dipercaya, dan banyak di antara mereka yang dengan mudah membolehkan pencegahan kehamilan (KB) karena ketidakpahaman terhadap hukum-hukum syariat Islam, sebagaimana ucapan syaikh Shaleh al-Fauzan di atas. (Lihat keterangan Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu dalam Khataru Tahdiidin Nasl (8/16) Muallafaatusy syaikh Muhammad bin Jamil Zainu), dan keputusan Majelis al Majma’ al Fiqhil Islami dalam Majallatul Buhuutsil Islaamiyyah (30/286))

2)      Pilihlah alat kontrasepsi yang tidak membahayakan kesehatan, atau minimal yang lebih ringan efek sampingnya terhadap kesehatan 

3)      Usahakanlah memilih alat kontrasepsi yang ketika memakai/memasangnya tidak mengharuskan terbukanya aurat besar (kemaluan dan dubur/anus) di hadapan orang yang tidak berhak melihatnya. Karena aurat besar wanita hukum asalnya hanya boleh dilihat oleh suaminya (Lihat Tafsir al-Qurthubi (12/205) dan keterangan syaikh al-’Utsaimin ulama wahabipun mengharamkan terbukanya aurat wanita dalam Kutubu Wa Rasaa-ilu Syaikh Muhammad bin Shaleh al-’Utsaimiin (10/175)),  adapun selain suaminya hanya diperbolehkan dalam kondisi yang sangat darurat (terpaksa) dan untuk keperluan pengobatan (Lihat kitab an-Nazhar Fi Ahkamin Nazhar (hal. 176) tulisan Imam Ibnul Qaththan al-Faasi, melalui perantaraan kitab Ahkaamul ‘Auraat Linnisaa’ (hal. 85)). Berdasarkan keumuman makna firman Allah ta’ala:

tûïÏ%©!$#ur öNèd öNÎgÅ_rãàÿÏ9 tbqÝàÏÿ»ym ÇÎÈ  
žwÎ) #n?tã öNÎgÅ_ºurør& ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNåkß]»yJ÷ƒr& öNåk¨XÎ*sù çŽöxî šúüÏBqè=tB ÇÏÈ  
Artinya :
5. Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,
6. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki [*] Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa.

[*] Maksudnya: budak-budak belian yang didapat dalam peperangan dengan orang kafir, bukan budak belian yang didapat di luar peperangan. dalam peperangan dengan orang-orang kafir itu, wanita-wanita yang ditawan biasanya dibagi-bagikan kepada kaum muslimin yang ikut dalam peperangan itu, dan kebiasan ini bukanlah suatu yang diwajibkan. imam boleh melarang kebiasaan ini. Maksudnya: budak-budak yang dimiliki yang suaminya tidak ikut tertawan bersama-samanya.

PENUTUP


Kesimpulan
          Inilah keterangan yang dapat kami sampaikan tentang hukum KB, berdasarkan dalil-dalil dari al-Qur-an dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta penjelasan para ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah pada dasarnya menggunakan spiral (UID) itu hukumn adalah Haram Maka boleh atau tidaknya sama dengan ‘Azl atau alat kontrasepsi lainya akan tetapi karena memasangnya harus melihat aurat Mughallazah, maka hukumnya haram oleh karena itu cara pemasanganya harus di usahakan yang di benarkan oleh Syara’.

       Pemasangan Alat kontrasepsi juga harus melihat kondisi kesehatan seorang wanitanya, bila seorang suami menginginkan punya anak banyak akan tetapi suami juga engga boleh egois dalam mengambil sebuah keputusan, lihatlah kondisi kesehatan seorang istri akan kah sanggup untu melahirkan anak lagi atau tidak.

       Punya anakan harus supaya ada penerus perjuangan syiar islam tp tetap harus balik lagi dan koreksi niat kita apakah sesuai dengan Maqosid Syari'ah (Tujuan Agama) harus Hifdzun nafs (Menjaga diri) dan hifdzun nasl (menjaga keturunan) supaya tidak cacat.

(Syafinatun Najjah. Hal.50)  ( Bajuri Jilid II. Hal. 102)



No comments:

Post a Comment